KEBERADAAN KU

Lidahku untuk selalu bersyahadat, 
darahku untuk menggerakan imanku, 
dadaku untuk perisai saudara-saudara muslimku.... ,
setapak pun kaki ku takakan mundur menghadapi kafir yang memerangi umat muslim

• Allah: Tujuanku
• Rasulullah: Teladanku
• Kafirlaknat: Sasaranpedangku
• Al-Quran: Pedomanku
• HidupMuliaAtauMatiSyahid: Prinsipku
• Amar ma'rufnahimunkar: Misiku
• Dunia: Surgaku
• Bumi: Masjidku
• Rumah: Musholahku
• Bicaraku: Dakwah
• Diamku: Dzikir
• Nafasku: Tasbih
• Mataku: RahmatIllahi
• Hatiku: Berdoa
• Tanganku: Bersedekah
• Kakiku: Melangkah Jihad
• Kekuatanku: Silaturahmi
• Kerinduanku: Tegakkansyariat
• Senjataku: Sabar
• Cita2ku: Syahiddijalan Allah
tiada tuhan selain Allah bahwasanya Muhammad itu utusan Allah.
READ MORE - KEBERADAAN KU

AMIN,AMIIN,AAMIN,AMIEN, YANG BETUL AAMIIN..

Sudah Benarkah Ucapan “Aamiin” Kita ???
1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM
2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN
3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA
4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI
Bismillah. . . Mungkin artikel ini tidaklah seberapa penting buat sebagian orang, tapi buat saya pribadi teramat sangatlah penting sekali (lengkap amat kalimatnya ). Banyak saya temui diantara teman-teman FB ini yang menurut saya salah dalam penulisan Aamiin. Ada yang menulis “amin“, “amiin”, “aamin” bahkan tidak jarang juga ada yg menulis “Amien” Seperti kita ketahui Lafaz Aamiin diucapkan didalam dan diluar salat, diluar salat, aamiin diucapkan oleh orang yang mendengar doa orang lain. Aamiin termasuk isim fiil Amr, yaitu isim yang mengandung pekerjaan. Maka para ulama jumhur mengartikannya dengan Allahummas istajib (ya Allah ijabahlah). Makna inilah yang paling kuat dibanding makna-makna lainnya seperti bahwa aamiin adalah salah satu nama dari asma Allah Subhanahu wata’alaa.

Membaca aamiin adalah dengan memanjangkan a (alif) dan memanjangkan min, apabila tidak demikian akan menimbulkan arti lain. Dalam Bahasa Arab, ada empat perbedaan kata “AMIN” yaitu : 1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM 2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN 3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA 4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI

Terus Bagaimana dengan pengucapan/Penulisan “Amien“ ??? Sebisa mungkin untuk yang satu ini (Amien) dihindari, karena Ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala (Paganisme) setelah do'a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno: Amin-Ra (atau orang Barat menyebutnya Amun-Ra) Marilah kita biasakan menggunakan kaidah bahasa yang benar dan jangan pernah menyepelekan hal yang sebenarnya besar dianggap kecil. Sekilas penjelasan yang singkat ini mudah-mudahan bermanfaat.



di kirim dari sahabat Anisa Raudatul Jannah
READ MORE - AMIN,AMIIN,AAMIN,AMIEN, YANG BETUL AAMIIN..

Demokrasi: Senjata Beracun untuk Menikam Islam

Barat kembali menunjukkan watak kebenciannya terhadap Islam. Sebuah majalah Prancis, Charlie Hebdo membuat edisi terbaru dengan mengklaim sebagai “majalah Syariah Mingguan”, mencantumkan nama Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin redaksi dan redaktur tamu (lihat, Republika.co.id, 2/11). Sampul majalah itu menunjukkan Nabi saw mengatakan: “100 cambukan jika anda tidak tertawa”. Lalu, ada sebuah halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, “Ya, Islam identik dengan humor”. Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk merayakan kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.
Hal itu segera mengundang reaksi kemarahan dari kaum Muslim di Prancis. Menurut Ahmed Dabi, aktivis pembela hak Muslim Perancis, majalah itu sengaja memprovokasi kemarahan dan ketidaksukaan terhadap Muslim (lihat, news.yahoo.com, Rabu, 2/11).
Sekjen OKI, Profesor Ihsanoglu mengatakan: “Publikasi dari kartun yang menghina oleh majalah - yang memiliki sentimen yang menyerang Muslim melalui publikasi sangat provokatif, dan tidak toleran terhadap Islam dan Muslim - adalah sebuah tindakan keterlaluan dari hasutan, kebencian dan penyalahgunaan kebebasan berekspresi. “(eramuslim, 3/11)
Kebencian Barat
Olok-olok terhadap Islam oleh Barat sudah berulangkali terjadi. Tahun 2005, koran Jyland Posten Denmark memuat 12 karikatur yang menghina Nabi saw. Di Belanda, tahun 2004, Theo van Gogh membuat film yang melecehkan Islam. Masih di Belanda, Geert Wilders, anggota Parlemen Belanda dari Partai Kebebasan, juga menghina Islam melalui berbagai pernyataan, tulisan dan film yang dibuatnya.
Di Amerika Serikat, tahun lalu, dalam rangka peringatan tragedi WTC 9/11, sekte kecil agama Kristen di Florida, pimpinan Pastor Terry Jones dari Gereja World Outreach Center, membakar al-Quran. Sementara itu di bulan Oktober lalu film kartun South Park juga menampilkan sosok Nabi saw. dalam salah satu episodenya.
Semua itu hanya menunjukkan betapa dalam kebencian barat kepada Islam dan Umat Islam. Kebencian itu nampak pula dari sikap diskriminatif mereka terhadap warga muslim yang berdomisili di Eropa. Berdasarkan laporan dari Departemen Luar Negeri AS tahun lalu tentang HAM, telah terjadi peningkatan diskriminasi dan rasisme terhadap umat Islam di Eropa (sabili.co.id,12/3/2010).
Pemerintah Prancis, akhir tahun lalu, mengeluarkan UU yang menetapkan denda sebesar 150 Euro bagi wanita yang mengenakan niqab (cadar). Seorang suami yang terbukti memaksa istrinya untuk memakai niqab (cadar), akan dijatuhi sanksi penjara satu tahun dan denda 30 ribu Euro. Dan orang yang sengaja memaksa perempuan memakai niqab (cadar), maka akan jatuhi sanksi penjara hingga dua tahun dan denda yang lebih besar .
Kaum Muslim di sejumlah negara di Eropa juga masih kesulitan membangun tempat peribadatan. Pada Oktober lalu, pemerintah Swiss melarang pembangunan menara mesjid di negeri tersebut.
Kebusukan Demokrasi
Ironinya, semua serangan terhadap Islam dan kaum Muslim di Barat terjadi dengan alasan demokrasi dan kebebasan. Contoh, editor Charlie Hebdo, Stephane Charbonnier mengatakan, “Kami pikir mungkin akan ada rasa hormat yang lebih untuk pekerjaan satir kami, hak kami untuk mengejek. Kebebasan untuk memiliki tawa yang baik adalah sama pentingnya dengan kebebasan berbicara.” Koran Jylland Posten memuat karikatur yang menghina Nabi saw juga dengan dalih kebebasan berpendapat.
Semua itu menampakkan dengan jelas kepada kita bahwa demokrasi selalu menerapkan standar ganda, khususnya untuk Islam dan kaum Muslim. Dengan dalih kebebasan, Barat beramai-ramai melecehkan ajaran Islam dan menghina Rasulullah saw. Di sisi lain, mereka melarang tulisan atau propaganda yang menyerang Yahudi dan Israel dengan dalih anti-Semit. Jika terkait Islam dan kaum Muslim, maka demokrasi dan kebebasan berpendapat bahkan kebebasan beragama, tiba-tiba saja menjadi tidak ada.
Kebusukan demokrasi juga nampak dari sikap tidak toleran mereka terhadap kaum Muslim. Pelarangan niqab, tudingan radikalisme, pelarangan pembangunan masjid di sejumlah negara di Eropa tidak pernah mereka anggap sebagai melanggar kebebasan warga negara, atau dituding melakukan praktek tirani mayoritas. Sedangkan di Indonesia, pelarangan pembangunan gereja seperti GKI Yasmin di Bogor, dengan cepat dinilai sebagai penindasan oleh mayoritas (umat Islam), meski sebenarnya pembangunan itu dilakukan dengan memanipulasi tanda tangan warga.
Sungguh telah jelas sikap permusuhan Barat terhadap Islam dan umat Islam. Berulangkali mereka telah melakukan tikaman keji terhadap umat ini. Lalu masih layakkah umat mempercayai dan menjadikan mereka sebagai teman? Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. (QS. Ali Imran [3]: 118).
Sungguh tampak jelas, demokrasi adalah senjata beracun yang digunakan Barat untuk menikam Islam dan umat Islam. Maka saatnya umat mencampakkan demokrasi itu, dan kembali kepada syariat Allah. Tidak pantas seorang muslim yang mengaku mencintai Rasul saw justru memilih aturan hidup lain yang rusak, padahal Nabi saw telah bersabda:
« يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ »
Hai manusia sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Sikap Islam
Imam Asy-Syaukani menukil pendapat para fuqaha bahwa orang kafir dzimmi seperti Yahudi, Nashrani, dan sebagainya, yang menghujat Rasul saw. terhadap mereka harus dijatuhi hukuman mati, kecuali apabila mereka bertaubat dan masuk Islam. Sedangkan bagi seorang Muslim, ia harus dieksekusi tanpa diterima taubatnya. (Nailul Authar, VII/213-215). Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan:
« أَنَّ يَهُودِيَّةً كَانَتْ تَشْتِمُ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ فَأَبْطَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا »
Bahwa seorang wanita yahudi mencaci dan menjelek-jelekkan Nabi saw. Maka ada seorang laki-laki mencekiknya hingga mati. Maka Rasulullah saw. membatalkan (diyat) darahnya. (HR Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Ibnu Abbas telah meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki buta yang istrinya senantiasa mencaci dan menjelek-jelekkan Nabi saw. Lelaki itu telah berusaha melarang dan memperingatkan agar istrinya tidak melakukannya. Sampai suatu malam istrinya itu mulai lagi mencaci dan menjelek-jelekkan Nabi saw. Lelaki itu lalu mengambil kapak kemudian dia tebaskan ke perut istrinya dan ia hunjamkan dalam-dalam sampai istrinya itu mati. Keesokan harinya, beliau saw mengumpulkan kaum Muslim dan setelah laki-laki itu menceritakannya Nabi saw bersabda:
« أَلاَ اِشْهَدُوْا أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ »
Saksikanlah bahwa darahnya (wanita itu) halal (HR. Abu Dawud, al-Hakim dan al-Baihaqi)
Hukum itu dan penjagaan atas kehormatan Islam, Nabi saw, sahabat, keluarga beliau dan umat Islam hanya bisa sempurna dilaksanakan oleh seorang Khalifah dengan sistem Khilafah. Sejarah telah menunjukkan hal itu.
Bahkan saat dalam kondisi lemah sekalipun, Khilafah tetap menjaga Islam dan kaum Muslim. Khilafah tetap mampu menghembuskan ketakutan ke dalam hati kaum kafir penjajah. Henri de Bornier, seorang penyair dan dramawan Perancis menulis drama bernuansa anti-Islam yang berjudul “Mahomet (Muhammad)” pada tahun 1889. Perdana Menteri Prancis Charles de Freycinet melarang drama itu pada tahun 1890 setelah ada penentangan dari Khilafah Utsmani.
Bernard Shaw menyebutkan dalam memoarnya, bahwa pada tahun 1913 M, yaitu pada zaman Khilafah Utsmaniyah sudah lemah, dia dilarang mengeluarkan kisah yang berisi penghinaan kepada Nabi saw. Lord Chamberlin melarangnya karena takut terhadap reaksi duta besar Daulah Khilafah Utsmaniyah di London.
Maka pada saatnya, Khilafah akan menggunakan semua sumber daya politik, ekonomi dan militernya untuk melindungi kehormatan Nabi Muhammad SAW dan semua nabi lainnya (Adam, Nuh Musa dan Isa bin Maryam dsb). Juga membela kehormatan umat Islam dan Islam itu sendiri.
Wahai Kaum Muslim
Karena itulah, siapa saja yang mencintai Nabi saw., dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah. Siapa saja yang perasaannya marah kepada orang yang menghina Rasul saw., dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah. Siapa saja yang marah karena Nabi saw., dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah. Siapa saja yang menginginkan Allah mengobati hati orang-orang Mukmin dari perilaku orang yang menghina Rasul saw., dia harus berjuang untuk mendirikan Khilafah. Siapa saja yang mencintai Rasulullah saw., dia pun harus mengikuti Beliau saw. dan berjuang untuk mengangkat seorang Khalifah yang dibaiat sehingga dia tidak mati dalam keadaan Jahiliah. Khilafah inilah yang akan melindungi tanah dan kehormatan. Karena itu, berjuanglah, wahai para pejuang. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar
Pertumbuhan tidak berkualitas, strategi ekonomi Indonesia tidak memberikan kesejahteraan (Kompas, 8/11)
  1. Pertumbuhan berkualitas jika pertumbuhan itu disertai pendistribusian kekayaan secara adil dan merata ke seluruh rakyat. Sayangnya hal itu mustahil dicapai dengan sistem ekonomi kapitalis yang sedang diterapkan saat ini.
  2. Sistem ekonomi kapitalis justru mengonsentrasikan kekayaan kepada segelintir orang yang sudah kaya raya. Sementara terhadap rakyat justru terjadi pemelaratan sistematis.
  3. Hanya penerapan Sistem Ekonomi Islam sajalah yang bisa mewujudkan pertumbuhan tinggi disertai pendistribusian kekayaan secara adil dan merata sehingga seluruh rakyat akan bisa sama-sama sejahtera. Saatnya wujudkan kesejahteraan dengan menerapkan syariah Islam dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah.
READ MORE - Demokrasi: Senjata Beracun untuk Menikam Islam

Empat Pilar Sistem Pemerintahan Islam

Pengantar
Sistem pemerintahan itu seperti sebuah bangunan; kokoh-tidaknya dipengaruhi oleh fondasi/pilar yang menjadi penopangnya. Jika kita memperhatikan sistem pemerintahan berbasis ideologi yang ada di dunia, maka kita menemukan bahwa sistem pemerintahan yang berbasis ideologi Kapitalisme dan Sosialisme tidak ada yang mampu bertahan dengan kokoh dan kuat hingga memasuki masa satu abad. Keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 menandai hancurnya ideologi Sosialisme ateis ini. Kini, maraknya aksi anti-ekonomi AS yang berlangsung akahir-akhir ini menjadi pertanda bahwa ideologi Kapitalisme sedang sekarat. Sebaliknya, sistem pemerintahan yang berbasis ideologi Islam atau sistem pemerintahan Islam mampu bertahan dengan kuat dan kokoh hampir tiga belas abad lamanya. Lalu, seperti apakah fondasi/pilar yang menjadi rahasia di balik kekuatan dan kokohnya sistem pemerintahan Islam tersebut?
Telaah kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 22, yang berbunyi: “Sistem pemerintahan Islam tegak di atas empat pilar: (1) Kedaulatan milik syariah, bukan milik rakyat; (2) Kekuasaan berada di tangan rakyat; (3) Mengangkat satu orang Khalifah fardhu atas seluruh kaum Muslim; (4) Hanya Khalifah yang berhak mengadopsi hukum syariah dan menetapkan konstitusi.” (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 109).
Kedaulatan Milik Syariah, Bukan Milik Rakyat
Kedaulatan (as-siyâdah) adalah istilah asing, yakni “otoritas absolut tertinggi, sebagai satu-satunya pemilik hak untuk menetapkan hukum segala sesuatu dan perbuatan.” (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 24).
Dalam hal kedaulatan ini, sistem pemerintahan Islam berbeda dengan sistem demokrasi. Dalam Sistem demokrasi, kedaulatan berangkat dari premis: jika seorang individu melakukan dan menjalankan kehendaknya sendiri, maka ia berdaulat atas dirinya sendiri; sebaliknya jika kehendaknya dilakukan dan dijalankan oleh orang lain, maka ia menjadi budak bagi orang lain; jika kehendak umat (rakyat) dijalankan oleh sejumlah individu yang telah diberi kewenangan untuk menjalankannya, maka umat menjadi tuan atas dirinya sendiri, sebaliknya jika kehendaknya dijalankan oleh orang lain dengan paksa, maka itu otoriterisme. Karena itu, sistem demokrasi menetapkan bahwa kedaulatan milik rakyat, yakni rakyatlah yang melakukan sendiri kehendaknya melalui orang yang telah diberi wewenang untuk melakukannya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 110).
Sebaliknya, sistem pemerintahan Islam menetapkan bahwa kedaulatan milik syariah. Artinya, yang menjalankan kehendak individu adalah syariah, bukan individu manusia itu sesukanya. Kehendak dijalankan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Begitu juga dengan umat (rakyat); semua kehendaknya ditentukan dan dijalankan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Dalil atas masalah ini adalah firman Allah SWT:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (QS an-Nisa’ [4]: 65).
Rasulullah saw. juga bersabda:
« لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتىَّ يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبْعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ »
Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga setiap keinginannya mengikuti apa (syariah) yang telah aku bawa (HR Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah).
Imam an-Nawawi berkata bahwa hadis ini hasan-shahih (An-Nawawi, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hlm. 111).
Dengan demikian satu-satunya penentu kehendak umat dan individu adalah syariah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Artinya, umat dan individu harus tunduk pada ketentuan syariah. Dari sinilah ditetapkan bahwa kedaulatan milik syariah. Inilah pendapat mayoritas kaum Muslim. Bahkan, menurut Imam asy-Syaukani dalam masalah ini tidak ada perbedaan di kalangan ulama ushul dan lainnya (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 34).
Oleh karena itu, Khalifah tidak dibaiat oleh umat sebagai pekerjanya untuk menjalankan kehendak umat, sebagaimana dalam sistem demokrasi. Khalifah dibaiat oleh umat untuk menerapkan al-Quran dan as-Sunnah (syariah). Karena itu, ketika ada anggota masyarakat yang membangkang dari ketentuan syariah, maka Khalifah akan memeranginya hingga mereka kembali dan mengakui kesalahannya (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111).
Kekuasaan di Tangan Rakyat
Pilar ini diambil melalui penelitian dan kajian mendalam atas hukum-hukum syariah dan realitas politik dalam kehidupan Islam, bahwa pengangkatan seorang kepala negara (khalifah) tidak sah kecuali melalui kehendak (baiat) dari umat, mayoritas umat, atau yang mewakili kehendak umat, yaitu ahlul halli wal aqdi; dan bahwa khalifah hanya mengambil kekuasaan melalui baiat umat ini (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111; Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 97; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 20).
Dalil yang menetapkan pengangkatan khalifah harus oleh umat jelas sekali ditunjukkan dalam hadis-hadis tentang baiat. Di antaranya hadis dari Ubadah bin Shamit yang berkata:
« بَايَعْنَا رَسُولَ ا للهُ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ »
Kami telah membaiat Rasulullah saw. untuk senantiasa mendengar dan menaati beliau, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun yang tidak kami senangi (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini dipahami bahwa kaum Muslimlah yang membaiat Khalifah, bukan Khalifah yang membaiat kaum Muslim, yakni kaum Muslim yang menjadikan khalifah penguasa atas mereka. Realitas sejarah sepanjang masa Khulafa ar-Rasyidin menunjukkan bahwa mereka tidak menjadi khalifah kecuali melalui pembaiatan umat kepada mereka (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111).
Dalil bahwa Khalifah mengambil kekuasaan hanya melalui baiat umat ini juga jelas ditunjukkan oleh hadis-hadis tentang kewajiban taat kepada Khalifah dan hadis-hadis tentang kesatuan Khilafah. Di antaranya hadis dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash yang berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
« مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الآخَرِ »
Siapa saja yang telah membaiat seorang imam/khalifah, lalu memberikan uluran tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia menaati khalifah itu selama masih mampu. Kemudian jika datang orang lain yang akan merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang itu (HR Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa Khalifah mendapatkan kekuasaan hanya melalui baiat. Sebab, Allah mewajibkan umat taat kepada Khalifah karena adanya baiat: siapa saja yang telah membaiat … maka hendaklah ia menaatinya. Artinya, Khalifah itu telah mengambil Khilafah dengan baiat itu sehingga ia wajib ditaati, sebab ia seorang khalifah yang telah dibaiat. Ini merupakan dalil yang jelas bahwa “kekuasaan berada di tangan rakyat” yang akan diberikan kepada siapa yang mereka kehendaki (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 112; Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 97).
Mengangkat Seorang Khalifah Fardhu atas Seluruh Kaum Muslim
Dalil atas pilar sistem pemerintahan Islam yang ketiga ini ditunjukkan dalam dalam hadis Rasulullah saw. melalui penuturan Nafi’ dari Abdullah bin Umar ra. yang berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
« مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ ا للهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً »
Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan (kepada Khalifah), maka ia pasti menjumpai Allah pada Hari Kiamat nanti tanpa memiliki hujjah. Siapa saja yang meninggal, sementara di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati dalam keadaan jahiliah (berdosa) (HR Muslim).
Berdasarkan hadis ini setiap Muslim wajib di pundaknya ada baiat kepada Khalifah. Namun, beliau tidak mewajibkan setiap Muslim membaiat Khalifah secara langsung. Yang wajib adalah adanya baiat di pundak setiap Muslim, yakni adanya Khalifah yang bisa dibaiat. Dengan demikian, adanya Khalifah itulah yang menjadikan di pundak setiap Muslim ada baiat, baik ia membaiat khalifah secara langsung atau tidak (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 11).
Adapun dalil bahwa keberadaan khalifah itu harus satu saja adalah hadis riwayat Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
« إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا »
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya (HR Muslim).
Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa haram di tengah-tengah kaum Muslim ada dua orang khalifah. Sebab, Rasulullah saw memerintahkan supaya membunuh khalifah yang datang setelah adanya khalifah yang sah menurut syariah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113; Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah II, hlm. 38; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 37; Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 316).
Hanya Khalifah yang Berhak Mengadopsi Hukum Syariah dan Menetapkan Konstitusi
Pilar keempat ini menegaskan bahwa otoritas untuk mengadopsi dan menetapkan hukum ada di tangan Khalifah selaku kepala negara. Dalilnya adalah Ijmak Sahabat. Misalnya, pada saat Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak satu. Namun, saat Umar bin al-Khaththab menjadi khalifah, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak tiga. Para Sahabat Nabi saw. tidak ada yang mengingkari tindakan kedua Khalifah itu. Dengan demikian, telah terwujud Ijmak Sahabat dalam dua persoalan. Pertama: Khalifah berhak mengadopsi dan menetapkan hukum syariah yang diberlakukan secara umum kepada seluruh rakyat.Kedua: wajib atas rakyat menaati Khalifah dalam hukum-hukum syariah yang telah diberlakukan (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 17).
Berdasarkan Ijmak Sahabat tersebut di-istinbâth atau digali beberapa kaidah syariah yang terkenal, yaitu:
« أَمْرُ الإِمَامِ يَرْفَعُ الْخِلاَفَ »
Perintah Imam (Khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat.
« أَمْرُ الإِمَامِ نَافِذٌ ظَاهِراً وَبَاطِناً »
Perintah Imam (Khalifah) wajib dilaksanakan secara lahir maupun batin.
« لِلسُّلْطَانِ أَنْ يُحْدِثَ مِنَ الأَقْضِيَةِ بِقَدْرِ مَا يَحْدُثُ مِنْ مُشْكِلاَتٍ »
Penguasa berhak menetapkan keputusan-keputusan baru sesuai dengan problem-problem baru yang terjadi (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113).
Dengan ini jelaslah bahwa hak mengadopsi hukum syariah dan memberlakukan konstitusi dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) ada di tangan Khalifah saja, bukan yang lain.
Khatimah
Inilah empat pilar yang menjadi rahasia di balik kekuatan dan kokohnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah), yang tidak lama lagi akan tegak kembali. Dengan izin Allah, Khilafah akan segera menggantikan sistem pemerintahan berbasis ideologi Kapitalisme yang telah sekarat, yang akhir-akhir ini marak dikecam rakyat, termasuk di jantung pusat persemayamannya, di Amerika Serikat. WalLâhu a’lam bish-shawâb[]Muhammad Bajuri
READ MORE - Empat Pilar Sistem Pemerintahan Islam

Syiar Islam Dilarang, Demokrasi dan Liberalisme Diizinkan?


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Apakah Syiar-syiar Islam Dilarang, sementara Syiar-syiar Demokrasi
dan Liberalisme Diizinkan?!
Sungguh Itu adalah Perang terhadap Islam dan Pemeluknya
Komisi Tinggi untuk Pemilu, berdasarkan undang-undang mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan “syiar-syiar keagamaan dan simbol-simbol yang terkait dengan akidah dan agama”. Keputusan itu juga menyatakan bahwa siapa saja yang melanggarnya akan ditahan dan dijatuhi hukuman penjara dan denda. Padahal konstitusi saat ini menyatakan bahwa agama negara adalah Islam!
Sungguh keputusan jahat ini tidak datang dari ruang hampa. Akan tetapi, keputusan ini berada pada posisi pertama perang terhadap Islam. Ini adalah perpanjangan untuk setiap aktifitas yang berkaitan dengan lilitan revolusi. Hal itu untuk merealisasi apa yang diinginkan sejak asal berupa pemisahan agama dari negara menurut doktrin negara sipil sekuler. Juga untuk menundukkan semua hukum syara’ untuk ditundukkan kepada pemungutan suara menurut hawa nafsu Dewan Rakyat. Keputusan itu bertujuan agar mayoritas kursi diisi oleh setiap orang yang mengusung slogan-slogan liberalisme demokrasi, meski dengan jalan membeli suara menggunakan harta. Hal itu agar mereka bisa menghancurkan semua hukum Islam. Islam dijadikan agama kependetaan, dibatasi di dalam dinding-dinding masjid. Setelah itu dan dari dalam Dewan Rakyat khamr disetujui; porografi disebarluaskan atas nama kebebasan personal; manusia dijauhkan dari Islam atas nama kebebasan berakidah; wanita dilarang mengenakan busana syar’i di kehidupan umum, sekolah dan perguruan tinggi; apa yang masih tersisa dari hukum-hukum waris, perkawinan, dan talak dihapus dengan dalih kesetaraan; kaum Muslim ditekan atas nama demokrasi, sehingga masalahnya sampai pada meragu-ragukan manusia dalam akidah mereka. Semua itu akan menjadi konstitusional atas nama mayoritas di Dewan Rakyat. Dan akhirnya Mesir pun menjadi seperti masyarakat barat yang kehilangan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan dan moral, disamping kondisinya yang terlanyar tidak diperhatikan sama sekali.
Wahai kaum Muslim, wahai warga al-Kinanah
Bagaimana mungkin syiar-syiar barat yang dibawa oleh penjajah kapitalis barat pemilik berbagai musibah dan krisis, bisa diizinkan diimpor dan dibawa ke negeri kita, sedangkan syiar-syiar lâ ilâha illâllâh Muhammadun rasûlullâh justru dilarang dan orang yang mengusungnya dijatuhi hukuman?! Bukankah ini pelecehan terhadap akal pikiran warga Mesir?! Sungguh ini perkara yang sangat mengherankan!!!
Demokrasi liberalisme kapitalisme telah dicoba dan dibuktikan kegagalannya di masyarakat-masyarakat barat. Tidak perlu diperlihatkan, apa yang dimunculkan oleh ide-ide dan syiar-syiar ini berupa komunitas gay dan lesbian, berbagai kriminalitas dan krisis-krisis ekonomi yang akhirnya menimpa seluruh dunia. Lihatlah, anak-anak syiar-syiar itu sendiri di dunia berdemonstrasi untuk mengadili demokrasi mereka dikarenakan ketidakmampuan demokrasi mereka memberikan solusi-solusi bagi berbagai permasalahan mereka dan kemiskinan, dan pengangguran justru menyebar di tengah barisan mereka. Pada saat yang sama, kekayaan justru terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil orang dari mereka. Ini sekadar satu contoh dari ribuan contoh semisalnya. Lalu bagaimana bisa orang yang mengklaim memelihara urusan-urusan masyarakat di Mesir justru menerima untuk memaksakan kepada warga mereka kaum Muslim, peradaban yang tidak datang dari mereka dan mereka juga bukan bagian dari peradaban itu?! Ingatlah, alangkah buruknya apa yang mereka pikul.
Pemilu yang direncanakan dan fitnah berupa undang-undang dan keputusan-keputusan zalim itu, datang dari rezim yang sama dengan rezim sebelumnya yang masih tetap memerintah. Jika tidak, lalu apa artinya pengeluaran undang-undang dan keputusan yang melayani demokrasi dan liberalisme itu? Kenapa penyebutan Islam yang merupakan agama warga Mesir justru dilarang? Bukankah itu merupakan perang terhadap Islam dan pemeluknya?
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ
Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ? (QS Muhammad [47]: 29)
Wahai kaum Muslim, wahai warga Mesir
Sesungguhnya semua versi tindakan ini adalah bagian dari rencana Amerika dan rezim yang menjadi kaki tangannya. Maka Anda harus memupus jalan bagi mereka, beraktifitas untuk mengusir mereka dari bumi Kinanah dan tidak mentolerir mereka untuk memasuki tanah Anda, sehingga mereka tidak bisa menjamah Anda, agama Anda dan keamanan Anda dan tidak bisa merampok kekayaan Anda seperti yang mereka lakukan terhadap saudara-saudara Anda di negeri-negeri kaum Muslim. Mereka tidak memelihara kekerabatan dengan Anda dan sama sekali tidak mengindahkan perjanjian. Ketakutan terbesar mereka adalah diterapkannya syariah melalui daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang akan menghentikan dan mengeluarkan mereka dari negeri-negari kaum Muslim dalam keadaan tercela dan kalah. Hari-hari ini adalah kesempatan Anda wahai orang-orang mukhlish di antara militer Mesir Muslim untuk melaksanakan hal itu.
ۚ وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم
dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (QS Muhammad [47]: 38)
Wahai kaum Muslim
Sesungguhnya tidak ada keselamatan bagi Anda kecuali dengan Islam. Kezaliman dan kemiskinan tidak akan hilang dari Anda kecuali dengan penerapan syariah Allah. Anda telah mencoba sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan patriotisme, akan tetapi kondisi masyarakat tetap saja terpuruk dalam segala aspek kehidupan. Maka campakkan bendera syike-picot. Kibarkan panji Rasulullah saw. Berjuanglah bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan syariah Allah melalui daulah al-Khilafah al-Islamiyah ar-Rasyidah yang hanya di dalamnya sajalah terdapat jalan keluar Anda. Allah bersama Anda dan tidak akan menyia-nyiakan amal-amal Anda.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad [47]: 7)
READ MORE - Syiar Islam Dilarang, Demokrasi dan Liberalisme Diizinkan?

Hubungan Perjuangan Melawan Penjajah Belanda di Indonesia dengan Khilafah Islam

Hubungan Perjuangan Melawan Penjajah Belanda di Indonesia dengan Khilafah Islam

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang/pejabat Belanda bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif kaum Muslim di wilayah Sultan itu menjadi warga negara Khilafah [Negara Islam].

Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922: “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”

Bukan hanya itu, mereka juga mengakui fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Negara Islam. Ini adalah salah satu alasan atas perlawanan sengit mereka melawan Belanda. Sebagaimana yang diakui Koran Sumatra Post tahun 1922: “Pada hari ini,serangan-serangan atas kami menjadi hal penting karena merupakan sikap mentalitas atas ide Perang Suci.

Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak)." Ini adalah artikel Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 11 November 1912.

Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).

Pan-Islamisme: Konsulat Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Kaum Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).” Ini adalah artikel Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 11 November 1912.

Ada kontak teratur antara kaum Muslim Aceh dan Khalifah di Istanbul. Sebagai contoh, kaum Muslim Aceh mengirim delegasi kepada Khalifah untuk memberitahu situasi mereka dan meminta bantuan dan dukungan Khalifah. Pada tahun 1915, Sumatera Postkembali menyebutkan satu delegasi tersebut, yang dikirim ke Istanbul pada tahun 1868:

Yang lebih penting adalah kontak langsung antara penduduk asli Aceh dan pemerintah Turki. Tidak kurang dari 68 orang bangsawan memohon kepada Khalifah selama tahun 1868 untuk ‘membebaskan mereka dari perbudakan asing, yakni dari orang Belanda. Karena, mereka mengatakan, ‘hal ini semakin besar dan semakin berbahaya dari hari ke hari, dan pada saatnya mereka akan mengendalikan seluruh Aceh’. Karena itu, mereka,orang-orang Aceh itu, meminta ‘dikirimkan tentara dan prajurit, dan mengumumkan kepada semua orang-orang asing bahwa kami (orang-orang Aceh) berada di bawah perlindungan dan merupakan warga negara Khalifah’.

Namun, Khalifah hanyalah satu sisi rakyat Aceh. Koran Nieuw Tilburgsche Courantmelaporkan pada tahun 1899 bahwa Negeri Islam Al-Khilafah memberikan pendidikan kepada putra-putra Sultan, untuk mendukung perlawanan mereka melawan Belanda:

Selama beberapa hari terakhir seorang koresponden di Constantinopel melaporkan lagibahwa tujuh anak bangsawan sudah tiba di sana dan telah diperkenalkan kepada menteri pendidikan, karena mereka akan mengambil pendidikan tinggi. Kaum Muslim dari Jawa telah mengirimkan kepada Sultan (Khalifah) surat ucapan terima kasih karenamengambil anak-anak mereka untuk bisa pergi ke sekolah-sekolah di Negeri (Islam) Sultan itu. Sebagai konsekuensinya, sudah empat belas pemuda dari Indonesia yang dikuasai Indonesia telah menerima pendidikan Islam yang ketat, yang sepenuhnyadibiayai oleh Sultan Constantinopel. Setelah mereka kembali ke tanah air mereka, setelah menimba ajaran Islam akan menjadi pejuang yang alami bagi Quran, untuk melawan ‘anjing-anjing Kristen’ yang memerintah negara mereka.

Khalifah juga mengirimkan perwakilannya ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim. Koran Het Nieuws van den Dag, misalnya, melaporkan tentang seorang konsul dari Khalifah di Batavia bahwa dia mendukung gerakan pan-Islam: “Di Indonesia hanya ada satu konsul, yakni di Batavia, dan dia telah menunjukkan antusiasme yang besar bagipan-Islamisme. Oleh karena itu, pemerintah memintanya untuk diganti.”

Koran yang sama menginformasikan pembacanya pada tahun 1912 bahwa Khalifah mengirimkan misi rahasia ke Indonesia untuk mendukung kaum Muslim Indonesia: “Konsul Belanda di Konstantinopel telah memperingatkan pemerintah bahwa utusan rahasia Muhammedan telah dikirim dari Turki ke Indonesia yang dikuasai Belanda, dengan tugas memotivasi orang-orang Islam (untuk memberontak).”

Kerjasama juga terjadi sebaliknya. Tatkala Khalifah mengambil keputusan untuk membangun jalur kereta api Hejaaz, Koran Het Nieuws van den Dag mengatakan pada tahun 1905:

Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam. Pada saat yang sama, utusan itu menyerahkan kepada (Khalifah) surat penguasa Boni, di mana ia meminta dukungan Khalifah bagi dirinya sendiri dan sekutunya, atas kesulitan mereka dengan para penguasa Belanda.

Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam". Ini adalah artikel di Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 17 Juli 1905.

Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam

Pan-Islamisme di provinsi Timur kami: Raja Boni telah memberikan 200 Poundsterling untuk mendukung pembangunan jalur kereta api Hejaaz ke tempat-tempat suci agama Islam“. Ini adalah artikel di Koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië, tanggal 17 Juli 1905.

Karena hubungan erat antara kaum Muslim Indonesia dan Negara Islam Al-Khilafah, para analis di Belanda mulai khawatir ketika Inggris dan Prancis (antara lain) mulai melakukan kejahatan terhadap kaum Muslim Negara Islam: “Aku takut bahwa kaum Mohammedans kami akan merasakan ketidakadilan yang sedang dilakukan sekarang. Pemberontakan dan ketidakpuasan akan meningkat, baik di Belanda maupun Indonesia.” [Idris De Vriest , aktfis dakwah Belanda ]

READ MORE - Hubungan Perjuangan Melawan Penjajah Belanda di Indonesia dengan Khilafah Islam